Sabtu, 16 Maret 2013



LAPAORAN AKHIR MATA KULIAH HISTORIOGRAFI ISLAM
Tentang
FILEM DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH



IAIN 1
                                                  




Oleh:
GIMIN SAPUTRA
Bp : 110.084

Dosen;

Drs. Muhapril Musri, M.Ag.
Dra. Yulnizar, M.Ag.

JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM­
FAKULTAS ADAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1433 H/ 2012 M

KATA PENGANTAR
            Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan waktu untuk menulis laporan mengenai Di Bawah Lindungan Ka’bah hingga selesai. Shalawat dan salam penulis ucapakan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberi cahaya kehidupan dari kehidupan yang gelap seperti yang dirasakan saat ini.
            Laporan ini ditulis sebagai syarat dari mata kuliah Historiografi Islam yang merupkan salah satu mata kuliah pokok dari jurusan Sejarah Kebudayaan Islam fakultas ADAB IAIN Imam Bonjol Padang. Laporan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tertulis tentang apa-apa yang dilihat setelah menonton (noton bersama) filem Di Bawah Lindungan Ka’bah ini.
            Dalam pelaksnaan membuat laporan ini penulis tidak mendapatkan bantuan dari pihak manapun. Baik itu bantuan secara materil maupun bantuan dalam bentuk moril.
            Muda-mudahan laporan yang saya tulis ini bisa bermanfaat bagi semua pihak. Meski dalam penyelesaian laporan tentang Di Bawah Lindungan Ka’bah ini masih terdapat bayak kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu penulis tidak bosan-bosannya menanpug kritikan dan saran dari pihakl yang telah membaca laporan ini. Itu semua adalah untuk kemajuan dan kebaikan dalam menulis laporan di masa yang akan datang.






PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
           Pembuatan laporan merupakan program dari fakultas ADAB IAIN Imam Bonjol Padang yang harus di ikuti oleh mahasiswa jurusan Sejarah Kebudayaan Islam. Karena didalamnya tercangkup Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian.
           Filem Di Bawah Lindungan Ka’bah ini merupakan cerita novel yang dikarang oleh Buya Hamka yang judulnya juga Di Bawah Lindungan Ka’bah yang terbit sekita tahun 1920 an yang kemudian di publiksikan dalam bentuk layar lebar (Filem). Karya Hamka ini menceritakan tentang kisah cinta yang tak sampai antara Hamid dan Zainab, yang mereka bawa sampai liang lahat.
           Zainab, bisa dibilang hidup dalam keluarga berkecukupan (cukup kaya, cukup terpandang) di kampungnya, sementara Hamid dari keluarga menengah ke bawah, bahkan sang ibu bekerja mengabdikan diri pada keluarga Zainab. Hamid yang cerdas, sudah dianggap anak sendiri oleh Ayah Zainab, disekolahkan sampai lulus D3 di Tawalib (satu perguruan tinggi tersohor saat itu).
           Seperti gayung bersambut, Hamid jatuh hati pada Zainab, begitu juga sebaliknya. Cinta mereka tak bertepuk sebelah tangan. Tapi untuk bersatu, hidup menawarkan perjuangan yang tak mudah. Alasan klise, tak sekufu di mata manusia, Zainab yang kaya dan Hamid yang miskin.
           Sedangkan didalam filem Di bawah Lindungan Ka’bah yang berperan sebagai , Hamid (Junot) dan Zaenab (Laudya Chintya Bella). Sedangkan ibu kandung Hamid (Jenny Rachman) dan  orang tua Zaenab, Haji Ja'far (Didi Petet) dan nyonya Ja'far (Widyawati).

PEMBAHASAN
A.    Isi Laporan Di Bawah Lindungan Ka’bah
           Filem di bawah lindungan ka’bah memang diangkat dari sebuah novel yang terkenal di Indonesia yang dikarang oleh Buya Hamka yang menceritakan sebuah percintaan dimasa itu yang terjadi di Ranah Minang. Kisah cinta diantara kedua inzan ini (Hamid dan Zainab) merupakan kisah cinta yang tidak kesampaian karena dihalangi oleh perbedaan yang tidak bisa menyatukan mereka. Meski demikian cinta diantara mereka dibawah mati bagaikan Juluet dan Romeo yang saling cinta dan rela mati bersama.
           Memang filem dibawah lindungan ka’bah merupakan filem yang bertemakan percintaan Zainab dan Hamid yang terjadi pada tahun 1920 yang dikarang oleh Buya Hamka. Meski demikian filem ini kalau dikaitkan dengan sejarah ada juga seperti yang dilihat saat pertama kali yaitu kereta api pada tahun 1922 saat Hamid pulang dari Thawalib. Secara sepintas kerata api itu memang kerata api yang terjadi pada zaman Belanda yang menjajah Indonesia khususnya Sumatera Barat. Tidak hanya itu saja didalam kareta itu juga terlihat secara pintas orang Belanda dan keluarganya yang sedang membaca koran yang tujuannya juga ke Padang.
           Begitu juga saat Hamid masuk ketawalib yang menampilkan tokoh pembaharuan dalam Islam yaitu KH. Ahmad Dhalan dan KH Agus Salim walau itu hanya sekilas saja. Tapi sayang juga kalau peran mereka berdua hanya sedikit saja karena yang hanya tampil untuk berfoto saja, sebagaimana yang kita ketahui mereka berdua adalah tokoh muslim yang sangat berpengaruh dalam mengerakan Islam di Minang Kabau. Sebab dikala itu merupakan masa penjajahn Belanda yang juga terjadi pemberontakan Iman Bonjol dan di Silungkang. Sebaiknya berikanlah peran kedua tokoh tersebut misalnya seperti apa yang dilakukannya pada saat itu. Tujuannya adalah untuk menghargai jasa mereka sebagai pahlawan dalam negara ini. Tidak hanya sekilas dan menumpang foto supaya terkenal dan foto sama artis muda saja.
           Hubungan filem ini mengenai kehidupan masyarakat pada itu juga sangat terasa dengan hiasan lampu obor dimalam hari dengan suasana yang serba klasik membuat jiwa seakan hidup ditahunan 1920. Tidak hanya itu Hamid pun selalu memakai tas yang terbuat dari tumbuhan yang berduri (pandan) atau yang cara pembuatannya secara anyaman yang kalau dikampung saya namanya adalah pekek kalumpuh. Cara Hamid berpakain juga mengambarkan masa dahulu yang selalu pake kofiya (peci) dan mengenakkan sarung. Namun lain halnya dengan para perempuannya saya rasa cara berjilbabnya tidak sama dengan masa dahulu. Karena difilem itu mereka tidak mengenakkan jilbab dengan benar dan bahkan sering dilepaskan bagaikan memakai selendang saja.
           Kalau secara bergaul mereka memang sangat sopan dan saling mengahargai. Seperti pepatah orang tua yang tua dihormati yang kecil disayangi sama besar dihargai semua itu memang tercemin dalam filem lindungan kabah ini. Dapat dilihat saat ketika Zainab yang dilarang ibunya untuk tidak menemi Hamid. Kepatuhan terhadap orang tua yang sangat kuat pada zaman itu. Coba dibawah kesaman sekarang apa yang akan terjadi kalau anaknya dilarang bertemu kekasihnya. Begitu juga Hamid dan kawannya yang selalu membantu Hamid dalam kesusahan dan menjadi tempat curhat Hamid. Temannya adalah bernama Saleh yang bahkan tempat Hamid mengirim surat untuk Zainab. Saleh juga menggikuti jejak Hamid yang jatuh cinta terhadap temannya Zainab yaitu Rosna yang cinta mereka itu hidup dan mereka menikah.
           Zaman klasik itu juga terlihat saat orang yang memiliki keinginan untuk belajar agama sangat kuat yang rela meninggalkan kampungnya, orang tuanya, pacarnya dan sahabatnya. Hal ini juga dilakukan didalam filem yang Hamid pergi belajar agama ke Tawalib Padang Panjang yang pada saat itu sangat terkenal. Satu lagi hal yang sangat memawa kita kezaman 1920 adalah dengan mengirim surat yang dilakukan lelaki Minang yaitu dengan cara menaruh surat di atas sabut yang lalu dihanyutkan. Ternyata itu cara lelaki Minang dahulu untuk mengirim SMS sama pacarannya yang hal itu tidak mungkin lagi akan terjadi dizaman sekarang.
           Didalam karangan Buya Hamkah juga menunjukkan betapa kuatnya adat Sumatera Barat terhadap hukum Islam dan itu sudah terlihat saat Hamid melakukan sesuatu yang dilarang oleh agama Islam. Dengan perlakuan Hamid yang sedemikian terhadap Zainab sehingga Hamid mendapat hukuman yang setimpal yaitu dibuangya Hamid dari kampung. Untuk menyelesaikan permasalahan ini mereka itu juga berdebat dan bermusyawara yang dilakukan disurau yang dilihat oleh orang sekampung yang dihadapkan dengan para tertua kampung. Keadaan demikian membuat kita terpana dengan kehidupan masa lalu yang selalu bermusyawara terhadap masalah yang akan diselesaikan. Disini juga diterapkan hukum adat bukan hukum agama.
           Memang kalau kita lihat sutingan film dibawah lindungan ka’bah ini dari segi arsitekturnya terlihat pada zamannya maupun suasananya dibuat seperti aslinya seakan-akan kita dibawa bagaimana kita hidup di zaman itu. Adapun peninggalan sejarah ketika itu yang ditampilkan seperti kincir air yang terdapat di Muaro Labuah yang merupakan salah satu peninggalan belanda. Disamping itu juga terlihat piring-piring yang bertuliskan aksara arab yang dipajang didinding-dinding rumah. Kemudian dari segi pakaian sama persis ketika itu bahkan kendaraan roda dua yang dipakai ketika itu oleh petugas maupun pak pos menggunakan sepeda ontel.
           Saat Hamid dihadapkan dengan maslah yang sangat berat namun disitu Hamid tidak sendirian. Karena ada ibu Hamid yang selalu sayang meski apapun yang terjadi pada Hamid. Kesetian seorang ibu kepada anaknya dan rasa saayang terhadap anaknya tidak akan hilang meski anaknya telah berbuat salah dalam bertingkah. Bahkan sang ibu pun berkata "Ketika kau tak punya siapa-siapa kecuali Allah, Allah itu lebih dari cukup," yang itu juga tertuang dalam karangan Hamkah.
           Tapi yang menjadi pertanyaan saja apakah benar Hamid melakukan hal demkian terhadap Zainab (berciuman) yang dilakukannya didepan orang banyak yang sehingga Hamid dibuang dari kampung. Itu mungkin sesuatu hal yang tidak sama di zaman sekarang yang sang penolong dibuang dari kampung. hamid pun menerimanya denagan sabar. Ketidak samaan itu juga terlihat saat Hamid dan Zainab berpacaran dibalik dinding yang kelihatan tidak mungkin saja. Tidak hanya itu masak dalam masa 1920 an sudah ada Kacang Atom Garuda dan Chocolatos sebagai makan ringan atau untuk menanti tamu datang.  Tidak hanya itu sebab pada malam hari juga terlihat saat akan tidur yaitu Zainab selalu membakar Baygon untuk membunuh nyamuk itu membuat kita kembali kezaman yang modern.
           Percintaan Hamid dan Zainab memang tidaklah bisa menyatukan mereka hingga akhir nafas mereka berdua. Karena disini disebabkan oleh perbedaan yang kaya dengan yang miskin. Sebagaimana yang dikatakan ibu Hamid "Jangan kau turutkan hatimu. Sampai kapanpun emas tak kan setara dengan loyang, sutra takkan sebangsa dengan benang,"  Tidak hanya itu Hamid juga pernah disuruh untuk membujuk Zainab menikah dengan orang yang tidak dia kenal yang dalam filem itu bernama dengan Arifin (Ajun Perwira) anak dari Rustam (Leroy Osmani), kerabat jauh Haji Ja'far agar hartanya terjaga. Hamid gagal membujuk Zainab, karena Zainab menolak untuk dinikahkan. Hamid pulang dengan perasaan yang kacau balau, sejak saat itu Hanid memutuskan untuk merantau, sebelum pergi ia menulis surat untuk Zainab. Setelah itu mereka tiada berhubungan lagi, dan sampai sekarang pun ia masih menyimpan perasaanya itu. Dan kedatangan Saleh kemarin memberitahukan bahwa ternyata Zainab pun menyimpan perasaan yang sama, perasaan yang selama ini disimpan oleh Hamid. Saleh memberitahukan bahwa kesehatan Zainab memburuk dan ia ingin sekali tahu bagaimana kabar Hamid.
           Setelah Zainab mendengar keberadaan Hamid di Mekah, Ia pun mengirim surat kepada Hamid sebagai balasan surat Hamid yang dulu. Seminggu setelah itu, Zainab pun menghembuskan nafasnya. Hamid tidak mengetahui kematian Zainab karena pada saat itu iapun sedang sakit, sehingga temannya tidak tega untuk memberitahukan kabar tersebut. Ketika Hamid sedang melaksanakan tawaf dan mencium hajar aswad ia berdoa dan menghembuskan nafas terakhirnya.
           Jadi hubungan dengan mata kuliah Historiogarfi ini adalah mengenai apa yang ditulis oleh Buya Hamka dan yang sekarang yang ada juga dalam bentuk filem. Penulisan yang dilakukan oleh Buya Hamka itu merupakan dalam bentuk sejarah dan yang digabungkan dengan imajinasinya. Berangkat dari sejarah adalah dengan metode pendidikan yang dijalani oleh Hamid di Tawalib yang dipelopori oleh KH Ahmad Dhalan dan  KH Agus Salim yang mengabungkan budaya mondren yaitu belajar memakai bangku dan kursi yang merupakan datangnya dari bangsa Eropa yang tempatnya didalam surau (Thawalib). Sedangkan dari imajinasih dari Buya Hamka adalah mengenai kematian Hamid yang terjadi dibawah ka’bah dan Zainab pun juga mati dikampung.
B.     Hikmah Dan Pelajaran Dari Filem Di Bawah Lindungan Ka’bah
           Adapun hikmah dan pelajaran yang dapat saya ambil adalah sebagai berikut:
1.      Dua orang yang berjodoh itu tidak ditentukan sekufunya oleh manusia, tapi bagaimana Allah merestui.
2.      Selesaikan masalah dalam bermasyarakat dengan musyawarah. Untuk ketua (penentu keputusan), pertimbangkan berbagai masukan dengan bijak, utamakan yang lebih membawa ketentraman dan kebaikan bersama.
3.      Melaksanakan keputusan musyawarah dengan taat dan seoptimal mungkin, tapi tetap fleksibel dalam kondisi-kondisi darurat.
4.      Allah lebih dari cukup untuk menemani dan membantu kita menghadapi setiap masalah dalam hidup. Maka dari itu, jangan menyerah dan tenggelam dalam putus asa,
5.      Kasih ibu sangat besar sepanjang jalan yang dipijak oleh anak-anaknya. Ibu selalu mencintai, mendukung, dan mendoakan anak-anaknya. Mintalah maaf dan restu ibu, kemanapun akan melangkah dalam hidup,
6.      Cinta sebesar apapun yang merajai hati, kembalikan selalu pada Allah. Upayakan selalu berada di jalan yang diridhoi-Nya. InsyaAllah, bertemu pada waktunya, dengan cara yang indah. Jika tidak berjodoh, sebaliknya, pasti tak akan dipersatukan, meski cara apapun diupayakan.







PENUTUP
Kesimpulan
            Filem Di Bawah Lindungan Ka’bah adalah mencerminkan dua inzan yang saling mencintai tanpa bertemu yang cintanya itu dibawa sampai mati. Percintaan mereka seakan membawa kita kepada tahun 1920 an yang hanya pacaran dengan diam-diam tanpa bertemu secara lansung. Karena cinta mereka dihalangi oleh perbedaan yang sangat jauh berbeda yaitu antara kehidupan yang meskin dan yang kaya juga kasta yang tidak mungkin menyatukan mereka berdua. Kalua pacaran pada masa Zainab dan Hamid dibawah kemasa sekarang itu tidak mungkin lagi akan terjadi. Meski cinta mereka terhalang oleh perbedaan dan terutama oleh orang tua dari Zainab tetapi Allah merestuinya yang akhirnya cinta mereka berakhir dengan sampainya ajal yang memisahkan.
            Pembuatan filem Di Bawah Lindungan Ka’bah ini memang tidak mengubah alur cerita yang ada di novel karangan Buya Hamka meski semuanya tidak akan sama saat ditampilkan dalam layar kaca (filem). Itu terlihat saat Hamid melakukan keslahan yang dipandang dilarang oleh adat Minang Kabau (menyentuh tubuh Zainab bahkan lebih). Di sini berlaku lah hukam adat yang para tetua membuang Hamid dari kampung. Dengan lapang dada dan hati sabar Hamid menerima hukumannya karena perbuatan yang dia perbuat meski maksudnya adalah untk menyelamatkannya Zainab.
            Suasana, tempat dan kedaan yang dilayarkan pada filem Di Bawah Lindungan Ka’bah ini memang membawa kita pada zaman dahulu (1920 an) dimana Zianab dan Hamib yang hidup pada masa itu. Keadaan itu tercemin dengan mengirim surat melalui perahu sabut yang dari kulit kelapa saat mereka main disungai (masa dahulu di Minang orang SMS kayak itu ya). Itu terlihat juga saat pada malam hari yang dihiasi oleh lampu obor yang terbuat dari bambu dan sabut membawa kita seaakan hidup pada masa era 1920 an dan banyaka lagi yang lainnya.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar