TULISAN ARAB MELAYU DI PROVINSI
RIAU
Oleh
: Gimin Saputra
Desa
Teluk Beringin
Mahasiswa
IAIN Imam Bonjol Padang
Jurusan
Sejarah Kebudayaan Islam
Tulisan Arab Melayu merupakan huruf
Arab yang di robah bunyinya kedalam bahasa Arab Melayu. Tulisan Arab Melayu di
bagian Sumatera itu tidak sama namanya dengan tulisan Arab Melayu dengan yang
ada di Jawa, karena di Jawa yang Arab Melayu di sebut Begon sedangkan kalau di
Sumatera di kenal dengan Arab Melayu. Mengenai tulisan Arab pernah di bicarakan oleh Othman Mohd
Yatim yang mengatakan bahwa diantara sumbangan Islam yang besar bagi rakyat
kepulauan Melayu Indonesia ialah dampaknya kepada perkembangan bahasa Melayu.
Dengan kemajuan Islam dan konsekwensinya kerajaan-kerajaan Melayu menganut
agama Islam maka tulisan Arab dan tulisan Jawi dikenalkan dan diterima oleh
orang Melayu sebagai media penulisan bahasa Melayu.
Dari apa yang di katakana oleh Mohd
Yatim di atas dapat kita ketahui bahwa tulisan Arab Melayu telah lama ada dalam khasanah kebudayaan Melayu yang
diperkirakan sekitar abad ke 10 Masehi atau 3 Hijrah hingga kemasa kini dan ia
berasal dari pada tulisan Arab. Keberadaan tulisan Arab Melayu di Nusantara identik dengan penyebaran Islam ke daerah
melayu. Memang pada saat
Islam menguasia daerah perdangan itu bahasa Arab Melayu dijadikan sebagai
bahasa pengantar atau bahasa resmi Nusantara.
Bukti kongkrit dari tulisan Arab Melayu ini adalah dengan
di temukannya Batu Bersurat yang di
buat pada tahun 1303 atau abad 14 di Terengganu. Isi tulisan dari Batu Bersurat
yang berbahasa Arab Melayu ini adalah menyatakan bahwa prasasti Tamra ini
ditempatkan di Benua Terengganu atas perintah Seri Paduka pada hari Jum’at
pertama 4 Rajab tahun Saratan Baginda Rasul Allah tujuh ratus dua (Jum’at, 4
Rajab 702 atau Jum’at 22 Februari 1303). Sedangkan bukti yang kedua adalah di
temukannya syair tentang keislaman yang di tulis dalam bahasa Arab Melayu pada
tahun 1310 abad 14 di masa kekhalifahan Samudera Pasai dan kekhalifanhan Islam
di Semenanjung Malaka.
Pengaruh tulisan Arab Melayu ini semakin berkembang pada
masa kerajaan Aceh Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Ri’ayat
Syah (1589-1604 M) dan masa puncaknya pada masa Sultan Iskandar Muda
(1607-1636). Perkembangan ini nampak betul pada abad ke 17 dimana dengan adanya
ulama yang menyebarkan agama Islam di Nusantara sehingga seluruh wilayah
Indonesia mempunyai naskah yang berbahasa Arab Melayu.
Di daerah Aceh itu ada pemikir ahli agama dan sastrawan
yang terkenal seperti Hamzah Fansuri dengan karangannya Syarab
al-Asyikin, Asra al-Arifin dan Al-Muntahi, Kitab Syarab al-Asyikin (minuman orang Birahi) di angap karyanya yang
paling pertama dan sekaligus di tulis dalam bahasa Melayu. Sedangkan ulama yang terkenal di Aceh dalam
menulis naskah yang berbahasa Arab
Melayu adalah Syamsuddin Al-Sumatrani, Al- Singkili dan sastrawan lainnya. Bahkan Hamzah
Fansuri pernah
mengatakan bahwa ia banyak menerjemahkan kitab-kitab dalam bahasa Arab dan
Persia ke dalam bahasa Arab Melayu untuk bangsanya yang tidak mengenal bahasa
Arab dan Persia. Selain di Aceh ada
juga ulama-ulama palembang seperti Syihabuddin, Kemas
Fakhruddin, Muhammad Muhyiddin, Kemas Muhammad, dan yang paling menonjol adalah
‘Abdussamad Al-Palimbani dengan karyanya dalam bahasa Melayu ialah Zuhrat Al-Murid fi Bayan Kalimat Tauhid
yang membahas tentang logika.
Selanjutnya
perkembangan aksara Arab Melayu dapat di lihat di
berbagai daerah di Nusantara seperti Jawa, Nusa Tenggara Barat, Maluku,
Sulawesi, dan Kalimantan. Persebaran ini di lakukan oleh ulama-ulama yang merupakan penulis kitab-kitab
yang berbahasakan Arab Melayu ini biasanya berbentuk naskah yang sebagaimana
masih ada sebahagian dapat kita jumpai pada zaman yang modren ini. Sedangkan
tulisan pada naskah di Nusantara pada umumnya berbentuk huruf Sulus, Naskhi dan
Nasta’liq.
Sementara
di daerah Provinsi Riau juga ada tulisan Arab Melayu yang berpusat di Pulau
Penyengat sejak abad 18-19 M. Tokoh yang terkenal diantaranya
adalah Engku Haji Ahmad, dan putranya yang bernama Ali Haji. Adapun karyanya adalah
Sair Hukum Nikah, Syair Hukum Fara’id
dan lain sebagainya. Raja Ali Haji juga membuat karya tulis yang bersifat
panduan untuk raja-raja di bidang ketatanegaraan dan nasehat seperti Samarat Al-Muhimmah Diyafah lil-‘umara
wal-Kubara li Ahlil-Mahkmah, Syair Nasihat, dan Gurindam Dua Belas.
Selain Raja Ali Haji
dan ayahnya Engku Haji Ahmad ada pengarang yang terkenal diantaranya Raja Daud
bin Raja Ahmad yang mengarang Syair
Pangeran Syarif Hasyim dan Encik Kamariah yang menulis tentang Syair Sultan Mahmud di Lingga.
Memanglah tidak lengkap rasanya kalau
kita berbicara tentang tulisan Arab Melayu di Provinsi Riau tampa menyebutkan seorang
intelek yang terkenal sampai penjuru dunia karena karya-karyanya. Dialah Raja
Ali Haji yang bernama lengkap Tengku Haji Ali al-Haj bin Tengku Haji Ahmad bin
Raja Haji Asy-Syahidu fi Sabilillah bin Upu Daeng Celak ini dilahirkan pada
tahun 1808 di Pulau Penyengat pusat
Kesultanan Riau-Lingga (kini masuk dalam wilayah Kepulauan Riau, Indonesia). Sekilas
tentang Pulau Penyengat. Dalam buku-buku Belanda, pulau kecilini disebut Mars.
Menurut masyarakat setempat, nama pujian-pujian dari pulau ini adalah Indera
Sakti. Di pulau ini banyak terlahir karya-karya sastra dan budaya Melayu yang
ditulis oleh tokoh-tokoh Melayu sepanjang abad ke-19.
Jadi
dapat kita lihat bahwa pada masa Kesultan Raja Ali Haji tulisan Arab Melayu
telah melekat pada dirinya itu didasarakan dengan hasil karyanya yang banyak
kita jumpai dalam bentuk naskah yang mengunakan bahasa Arab Melayu. Memang
kalau kita lihat keluarga dari Raja Ali Haji ini merupakan keluarga yang
terdiri dari orang-orang terpelajar dan suka dengan dunia tulis-menulis.
Anggota keluarganya yang pernah menghasilkan karya adalah Raja Ahmad Engku Haji
Tua, Raja Ali Haji, Raja Haji Daud, Raja Salehah, Raja Abdul Mutallib, Raja
Kalsum, Raja Safiah, Raja Sulaiman, Raja Hasan, Hitam Khalid, Aisyah Sulaiman,
Raja Ahmad Tabib, Raja Haji Umar, dan Abu Muhammad Adnan.
Raja Ali Haji meninggal dunia di Riau pada sekitar tahun
1873. Beliau ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan
negara pada tahun 2006. Adapun karnya dari Raj Ali Haji adalah sebagai berikut:
1. Salasilah Melayu dan Bugis (1890)
2. Tuhfat al-Nafis (1865)
3. Bustanul-Katibin
4. Kitab Pengetahuan Bahasa
5. Gurindam Dua Belas
6. Syair Siti Shianah
7. Syair Suluh Pegawai
8. Syair Hukum Nikah
9. Syair Sultan Abdul Muluk.
Tulisan Arab Melayu ini mulai meredup
saat pada masa Kolonial Belanda datang ke Nusatara pada tahun 1595 di bawah
pimpinan Cornelis de Houtman. Hal ini lah menyebabkan tulisan Arab Melayu di
Provinsi Riau khususnya juga meredup apa lagi pada abad 19 Belanda melakukan
penjajahan terhadap dareah jajahannnya ini di tandai dengan berakhirnya VOC.
Pada masa Kolonial Belanda keadaan
tulisan Arab Melayu mulai tersingkirkan ini di mulai pada tahun 1960 an yang
setiap orang di tuntut untuk mampu membaca huruf Latin. Sehingga semua kitab
pelajaran pada sekolah pribumi baik yang umum, Madrasyah dan Pasentern mulai
dirambah oleh tulisan Latin yang merupakan aksara dari bangsa Eropa yang di
bawah Belanda ke Nusantara. Di tambah lagi pada tahun 1980 an keberadaan
tulisan Arab Melayu secara nasional seakan dijajah oleh adanya pemberantasan
dalam menghilangkan aksara Arab Melayu dan beralih ke bahasa Latin. Sehingga
seluruh masyarakat diajarkan memabca huruf Latin dan jika ada yang tidak bisa
bahasa Latin maka mereka di cap sebagai orang yang buta aksara sekalipun mereka
lancar dalam berbahasa Arab Melayu. Artinya pada masa itu (Kolonial) kita itu
di wajibkan untuk berbahasa Latin dan tidak mengakui lagi bahwa aksara Arab
Melayu sebagai bahasa bangsa kita sendiri yang mana telah melekat pada
masyarakat kita.
Contoh yang kongkrit mengenai
meredupnya aksara Arab Melayu pada masa Kolonial Belanda dapat kita lihat
dengan adanya penulisan sejarah yang di lakukan dari pihak Belanda yang
mengunakan aksara Latin. Di mana Belanda memandang bahwa masyarakat Indonesia
ini adalah masyarakat yang suka memberontak terhap pemerintahan belanda. Kenapa
Belanda mengatakan demikian karena Belanda pada saat itu yang berkuasa sehingga
apa yang baik saja di tuliskan saat belanda menjajah Nusantara. Sedangkan dari
pandangan masyarakat Indonesia pemerintahan Belanda adalah orang yang kafir sehingga
terjadi perperangan antara Belanda dan masyarakat Indnesia.
Begitu besar pengaruh tulisan Latin
yang sehingga meredupkan tulisan Arab Melayu, hal ini dapat kita lihat dimana
semua sumber tentang Nusantara itu banyak terdapat di Belanda dan kalau seorang
sejarahwan ingin menulis sejarah tentang Nusantara itu pasti sumbernya banyak
dari bangsa Belanda yang mengunakan aksara latin. Bahkan pengaruh aksara latin
itu masih kita lakukan seperti yang kita baca sekarang adalah mengunakan aksara
latin. Koran-koran, majalah-majalah, buku-buku ilmiah, puisi-puisi,
surat-surat, dan lain sebagainya itu di masa sekarang telah mengunakan aksara
latin. Satu lagi pengaruh aksara latin yang dibawah Belanda adalah kita seorang
mahasiwa jurasan sejarah itu harus belajar Bahasa Belanda khusunya bagi jurusan
sejarah kosentrasi Indonesia dan Asia Tenggara.
Kalau kita di Provinsi Riau pada dewasa
ini tulisan Arab Melayu juga tidak begitu di kenal lagi. Bahkan sebagian
masyarakat tidak bisa membaca huruf Melayu dan bahkan mereka tidak tahu kalau
seprti ini huruf Arab Melayu yang sama denga hruf Arab, Cuma mereka tahu kalau
seprti ini adalah huruf Arab. Sedangkan di sekolah-sekolah Pasentren yang lebih
kuat agamanya tidak lagi belajar tulisan yang berbahasa Arab Melayu mereka
hanya belajar bahasa Arab seperi kitab gundul, nahu, dan kitab kuning apalagi
di sekolah umum. Wajar saja kalau generasi sekarang khusunya pemuda-pemudi
tidak pandai berbahasa Arab Melayu bahkan ada juga yang tidak pandai membaca
Al-Qur’an. Disini kita bisa menyalah siapa yang salah baik itu dari pihak pemerintah
maupun masyarakat biasa, yang pasti itu merupakan keselahan kita semua. Kenapa
bahasa khas Nusantara kita yaitu bahasa Arab Melayu kita hilangkan. Apakah
dengan berkembangnya zaman tulisan aksara Arab Melayu ini tidak dapat mengikuti
perkembangan zaman. Kalau kita lihat tidak juga ketinggal dalam bentuk
penulisan bahkan dengan adanya penulisan Arab Melayu ini itu sangat membantu
kita dalam membaca ayat-ayat suci Al-qur’an dan juga memberikan kita pahala
karena kita selalu menulis dengan mengunakan huruf-huruf yang di turunkan Allah
SWT.
Cuma di sini kita berharap kepada
pemerintah yang selaku mengatur masyarakat, selaku orang yang dahululan
selangkah, dan seperti orang yang tinggi seranting untuk sesuatu hal yang baik
dan bermanfaat baik dunia dan akhirat. Mudahan dimasa yang akan datang
masyarakat Riau dan Indonesia umumnya bisa lagi memahami aksara Arab Melayu
yang mungkin selama ini telah kita tinggalkan. Semoga di hari kedepan seluruh
anak bangsa tidak lagi mengetahui aksara Arab Melayu apa lagi tidak bisa
membaca al-Qur’an. Juga supaya generasi bangsa ini bisa mengetahui bagaimana
sejarah bangsa ini di masa dahulu, bagaimana perjuangan umat Islam pada masa
dahulu dan masuk Islam kenusantara ini.
Meski di sebagian daerah di Nusantara
di daerah Provinsi Riau khususnya bahasa Arab melayu ini memang sudah mulai
menghilang. Meski sebagain daerah di Riau tidak lagi mengenal Arab Melayu namun
juga ada daerah yang masih memakai bahasa Arab Melayu. Pemakian ini memang
masih ada tetapi tidak di gunakan lagi dalam pembuatan naskah-naskah tetapi
banyak digunakan dalam naman-nama jalan yang di tuliskan di papan. Ada juga
pengunaan bahasa Arab Melayu itu di gunakan untuk nama bangunan seperti Rumah
Sakit, Deperteman Agama dan lain seabagainya. Untuk lebih jelas bahwa pengunaan
bahasa Arab melayu di daerah Riau masih di gunakan walau sangat minim dapat di
lihat dari foto yang ada dibawah ini.
(Tulisan Arab
Melayu yag di pakai di daerah Riau pada saat sekarang)
Sedangkan kalau kita lihat fungsi
tulisan Arab Melayu pada masa dahulu adalah sebagai berikut:
a. Fungsi
pengunaan bahasa Melayu di Indonesia yaitu dalam perdagangan sehingga bahasa
Melayu menjadu Lingua Franca.
b. Fungsinya
dalam bidang keagamaan itu terbukti dari banyaknya naskah-naskah Melayu yang
isinya mengenai Fikih, Syariat, Tasawuf
Atau Suluk, Teologi, Tafsir, Ilmu Falak,dan lain sebagainya.
c. Berfungsi
untuk melakukan perjanjian-perjanjian antara kerajan-kerajan Islam dengan
negara asing seperti Eropa. Hal ini terbukti dengan banyaknya surat menyurat,
contohnya surat Sulatan Aceh yaitu Sutan Alaudiin Ri’ayat Syah tahun 1602
kepada Harry Middleton dan Sultan Iskandar Muda tahun 1615 keapad Raja James I.
Juga Sultan Abu Hayat dari Ternate kepada Raja Portugal tahun 1521.
d.
Dalam pembuatan Undang-Undang itu
banyak terdapat naskah-naskah Melayu seperti Undang-Undang Minang Kabau, dan Undang-Undang Sultan Adam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar