PENDAHULUAN
Perjuangan yang dilakukan masyarakat
Indonesia terhadap kolonialisme terjadi diberbagai daerah seperti Maluku
Tengah, Sumtera Barat, Jawa Tengah dan Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan
Selatan, Bali dan lain-lain. Tapi dalam pembahasan sejarh Indonesia ini
pemekalah hanya akan membahas perjuanga melawan kolonialisme di Jawa.
Perang di Jawa atau perang
Diponegoro melawan penjajah terjadi pada tahun 1825 sampai dengan 1830.
Perperangan ini terjadi karena beberapa faktor. Tetapi faktor yang membuat
perang ini meletus adalah Puncak kemarahan Pangeran Diponegoro terjadi saat
kolonial Belanda berencana membangun jalan dari Yogyakarta ke Magelang.
Pembangunan Jalan ini ternyata melintasi makam leluhur Pangeran Diponegoro. Ini
yang membuat Pangeran Diponegoro semakin marah dan mengadakan perlawanan
terhadap kolonial Belanda. Beliau kemudian memerintahkan pengikutnya mencabut
patok-patok yang melewati makam tersebut.
Dalam
mempelajari sejarah yang membahas tentang perjuangan melawan kolonialisme yang
terjadi di Jawa atau yang dikenal dengan perang Jawa atau perang Diponegoro.
Kita juga harus mengetahui siapa Diponegoro itu, latar belakang lahirnya perang
Diponegoro, jalan perangnya Diponegoro, dan berakhirnya perang Diponegoro.
Pembahasan
serta jawaban dari pertanyaan di atas akan pemakalah paparkan pada bab
selanjutnya.
PEMBAHSAN
PERJUANGAN MELAWAN KOLONIALISME DI JAWA
1825-1830
Disini pemakalah terlebih dahulu
akan menjelaskan arti tentang kolonialisme. Kolinialisme adalah suatu sistem
pemukiman warga suatu negara diluar wilayah induknya atau negara asalnya.
Kolonialisme adalah suatu sistem yang digunakan sebuah negara dalam rangka
menjalankan politik pendudukan atau penjajahan terhadap negara lain.[1] Koloialisme adalah
mendominasi penguasa pribumi dan memperalatnya untuk keuntungan negaranya
sendiri.[2]
Dapat diambil pengertian baru bahwa
kolonialisme adalah suatu sistem yang menguras sumber kekayaan negara
pribumi demi kepentingan dirinya sendiri
atau memperalat negara pribumi hanya untuk kepentingan negaranya sendiri.
Koloialisme adalah suatu sistem yang hanya kepentingan untuk negara sendiri
baik dari hasil bumi terutama rempah-rempah dari negara jajahannya.
Kolonialisme seperti inilah yang
dipraktekan oleh Belanda Terhadap bumi Indonesia ini. Dimana lebih kurang tiga
setengah abad, kekayaan alam Indonesia dieksploitasi atau dibabat hanya untuk
kemajuan negara Belanda.[3] Dimana hasil bumi
Indonesia ini diambil oleh Belanda dengan pekerjanya adalah masyrakat Indonesia
lalu hasilnya dibawah kenegar Belanda tanpa menghiraukan pekerja dan bangsa
Indonesia. Sungguh Suatu perbuatan yang
kejam terhadap masyarakat Indonesia. Mungkin ini salah satu contoh kolonialisme
terhadap koloni atau negara jajahannya yang paling hebat di dunia dan terutama
dalam masyarakat Indonesia.
Dinisi pemakalah hanya terfokus pada
Pangeran Diponegoro yang merupakan perlawanna masyarakat Jawa terhadap
kolonialisme dalam mempertahankan daerahnya.
A.
Latar
Belakang Lahirnya Perang Di Jawa Yang Juga Disebut Denga Perang Diponegoro
Perang melawan penjajah di Jawah
Tengah dan Jawa Timur yang berlangsung antara tahun 1825 sampai dengan tahun
1830, disebut juaga Perang Diponegoro, atau perang Jawa. Perjuangan ini
ditujukan pada kekuasaan asing yaitu Hindia Belanda yang selalu ikut campur
dalam urusan pemerintahan Yogyakarta.[4] Peimpin perang Jawa atau
Diponegoro ini adalah putra Sultan Hamengku Buwono III dari selirnya yang
bernama Pangeran Diponegoro. Sedangkan nama lengkapya adalah Abdul Hamid
Dipoegoro yang waktu kecil bernama Ontowiryo. Pangeran Diponegoro ini lahir
pada tanggal 11 November
1785 di jawah Tengah dan pangern Diponegoro wafat di Makasar pada tanggal 8
januari 1855 pada usia 69 tahun dan dimakamkan di Makasar.[5]
Jadi pangeran Diponegoro adalah
pahlawan nasional, juga pejuang kemerdekaan, juga seorang tokoh agama Islam
terkemuka di Pulau Jawa. Nama besarnya hingga kini masih melekat disebuah
Universitas di Semarang yang diberi nama Universitas Diponegoro dan namanya
juga dipakai dijalan-jalan protokol di berbagai kota besar di Indonesia. Perjuangan beliau populer dengan nama Pangeran
Diponegoro dalam perang Jawa yang berlangsung antara tahun 1825 sampai 1830.
B.
Faktor-Faktor
Diponegoro Melawan Kolonialisme
Perang Diponegoro terhadap Belanda
disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1. Kekuasaan
Raja Mataram semakin lemah, wilayahnya dipecah-pecah.
2. Belanda
ikut campur tangan dalam urusan pemerintahan dan pengangkatan raja pengganti.
3. Kaum
bangsawan sangat dirugikan karena sebagian besar sumber penghasilannya diambil
alih oleh Belanda. Mereka dilarang menyewakan tanah bahkan diambil alih haknya.
4. Adat istiadat keratin menjadi rusak dan
kehidupan beragama menjadi merosot.
5. Penderitaan
rakyat yang berkepanjangan sebagai akibat dari berbagai macam pajak, seperti
pajak hasil bumi, pajak jembatan, pajak jalan, pajak pasar, pajakt ernak, pajak
dagangan, pajak kepala, dan pajak tanah.[6]
6. Penduduk
masih dikenakan kewajiban rodi (tanama paksa).
7. Adanya
perlarangan saling mengonrak tanah anatara kaum bangsawan dengan pihak swasta
oleh Gubernur Jendral Van Der Capellen.[7]
Puncak kemarahan Pangeran Diponegoro
terjadi saat kolonial Belanda berencana membangun jalan dari Yogyakarta ke
Magelang. Pembangunan Jalan ini ternyata melintasi makam leluhur Pangeran
Diponegoro. Ini yang membuat Pangeran Diponegoro semakin marah dan mengadakan
perlawanan terhadap kolonial Belanda. Beliau kemudian memerintahkan pengikutnya
mencabut patok-patok yang melewati makam tersebut.
Sejak itulah perang jawa berkobar,
Pangeran Diponegoro membuat basis perlawanan di gua Selarong yang terletak lima
kilometer arah barat dari Kota Bantul. Istri setianya RA. Retnaningsih juga
menemaninya bergerilya. Selama perang, sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung
dengan Pangeran Diponegoro. Perjuangan Diponegoro dibantu Kyai Maja yang juga
menjadi pemimpin spiritual pemberontakan.[8]
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa
perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik
Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan
kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat
mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.
Tindaka-tindakan Belanda menimbulkan
perasaan tidak senang pada diri Pangeran Deponegoro apa lagi saat Belanda
membuat jalan yang megenai makam leluhur Pangeran Diponegoro. Dengan demikan
disini lah puncak kememarahan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda.
C.
Jalanya
Perang
Pada tanggal 29 Juli 1825 Gubernur Jenderal
Van der Capellen mengirimkan Letnan Jenderal Henrik Marcus de Kock ke
Surakarta. Dengan demikian perperangan semakin meningkat. Dari jalanya
peperangan pasukan Diponegoro berhasil bergerak maju merebut beberapa daerah
seperti Pacitan pada tanggal 6 Agustus 1825 dan Purwodadi pada tanggal 28
Agustus 1825. Karena pasukan meliter Belanda kurang kuat dalam awal perperangan
ini.[9] Sementra itu perperangan
juga terjadi antara Belanda dan Pangeran Diponegoro di Banyumas, Pekalongan,
Semarang, Madium, dan Kertosono. Bahkan dalam perang di Lengkong, seorang opsir
Belanda dan dua pangeran kesultanan tewas, serta daerah Delanggu jatuh ketangan
Diponegoro.[10]
Daerah pertempuran makin lama makin
meluas. Di daerah Kedu terjadi pertempuran yang sangat sengit di desa Dinoyo. Disini
Diponegoro menghadapi lawan yang besar jumlahnya yaitu 2000 orang gabungan
antara pasukan Belanda dan pasukan Tumenggung Danuningrat merupakan bupati Kedu
yang memihak Belanda. Pasukan Belanda mulai unggul pada tahun 1827 dengan
bantuan pasukan dari Sumatra dan Sulawesi yang berpihak pada Belanda.[11]
Jenderal de Kock mulai menerapkan
sistem Benteng Stelsel, yaitu
membangun benteng disetiap yang berhasil dikuasai, kemudian membuat jalan untuk
menghubungkan pasukan yang satu dengan yang lainnya, sehingga pasukan Belanda
dapat bergerak dengan cepat. Sistem benteng yang dilakukan Belanda berhasil
mempersempit gerak pasukan Diponegoro. Sehingga hubungan pasukan Diponegoro
terputus dari yang satu dengan yang lainnya. Karena mereka hanya mempertahankan
daerah operasinya masing-masing. Hal tersebut sangat menguntungkan bagi pasukan
Belanda, sehingga pada tahun 1827 perlawanan dari pasukan Pangeran Diponegoro
mulai kendur. Faktor utamanya adalah karena pasukan Belanda semakin kuat dan
sepurna taktik perangnya. Terputusnya hubungan antar pasukan menyebabkan
sulitnya koordinasi, sehingga banyak pimpinan pasukan Diponegoro yang gugur,
tertangkap, dan menyerah.[12] Seperti tertangkapnya
Pangera Suryomataram da Ario Prangwadono tertangkap pada 19 Januari 1827,
sedang Pangeran Serang dan Pangeran Notoprojo tertangkap pada tanggal 21 Juni
1827. Penyerahan kedua pangeran ini diikuti oleh anggota pasukan yang lainnya.[13]
Dapat dilihat dari uraian diatas bahwa
dalam perang Diponegoro ini, pertama pertempuran dimenangkan oleh pasukan
Diponegoro karena pada pertempuran pertama pasuka Belanda masih belum kuat.
Namun dalam peperangan selanjutnya Belanda mendapat bantuan pasukan dan
mendirikan suatu Benteng Stelsel sehingga
pasukan Diponegoro mulai kendur.
Meskipun Belanda mengunakan sistem
benteng dan menggempur pasukan Diponegoro habis-habisan, namun mereka tidak
mampu memadamkan perlawanan pasukan Diponegoro. Oleh karena itu Belanda
mengunakan tipu muslihat dengan mengajak berunding para pemimpin pasukan
Diponegoro. Pada tahun 1828, Belanda mengajak berunding Kyai Mojo. Perundingan
pu disepakati dan diadakan di Desa
Melangi. Perundingan ini gagal karena Kyai Mojo kembali kepasukannya, Kyai
Mojo ditangkap dan dibuang ke Minahasa oleh Belanda. Kyai Mojo menionggal dunia
pada tahun 20 Desember 1849. Sementara itu Sentot Albasah Prawirodirjo masih
bergerak, dan pada akhir tahun 1828, dalam sebuah pertempuran, ia mampu
menewaskan seorang opsir Belanda dan seorang pangeran. Kemudian, Jenderal Kock beberapa
kali mengajak berunding, namun Sentot menolaknya. Akan tetapi setahun kemudian
perundingan antara Belanda dengan Sentot berlangsung yang dipihak Belanda
diwakili oleh Bupati Madiun. Akhirnya Sentot menyerah pada Belanda tahun 1829,
begitu pula dengan putra Pangeran Diponegoro dan patihnya menyerah pada Belanda
tahun 1830. Keadaan ini menjadi pukulan
yang berat bagi Pangeran Diponegoro meskipun demi kian ia tetap masih bertahan.[14]
D.
Berakhirnya
Perang Diponegoro
Walaupun mendapat pukulan yang berat
dari tertangkpanya putra dan Kyai Mojo dan menyerahnya Sentot namun Pangeran
Diponegoro tetap gigih melawan para kolonial. Dengan adanya tipu muslihat ini
yang mana diadakan perundingan yang bertujuan hanya untuk menangkap Pangeran
Diponegoro. Maka disinilah berakhirnya perang Jawa yang dipelopori oleh
Pabgerab Diponegoro.
Jenderal De Kock akhirnya
menggunakan siasat tipu muslihat melalui perundingan. Pada tanggal 28 Maret
1830, Pangeran Diponegoro bersedia hadir untuk berunding di rumah Residen Kedu
di Magelang. Dalam perundingan tersebut, Pangeran Diponegoro ditangkap dan
ditawan di Semarang dan dipindah ke Batavia. Selanjutnya pada tanggal 3 Mei
1830 dipindah lagi ke Manado. Pada tahun 1834 pengasingannya dipindah lagi ke
Makassar sampai meninggal dunia pada usia 70 tahun tepatnya tanggal 8 Januari
1855. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit
pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan
bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan.
Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian
dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari
1855. Untuk menghormati jasa-jasa beliau, pemerintah RI memberikan gelar
pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI Mo 087/TK/1973.[15]
Berakhirnya Perang Jawa yang
merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan
korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa,
7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa. Sehingga setelah perang ini jumlah
penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya. Mengingat bagi sebagian orang Kraton
Yogyakarta Diponegoro dianggap pemberontak, sehingga konon anak cucunya tidak
diperbolehkan lagi masuk ke Kraton, sampai kemudian Sri Sultan HB IX memberi
amnesti bagi keturunan Diponegoro, dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan
yang dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro dapat bebas masuk
Kraton, terutama untuk mengurus Silsilah
bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.[16]
E.
Keberhasilan
Yang Diraih Oleh Diponegoro
Dalam
pertempuran pertama yaitu pada tahun 1825 pasukan Diponegoro menang melawan
Kolonialisme karena pada saat itu pasukkannya sedikit dan pasukan meliternya
lemah. Dalam pemulaan perang nampak
jelas, pasukan Diponegoro berhasil bergerak maju merebut beberapa daerah
seperti Pacitan pada tanggal 6 Agustus 1825 dan Purwodadi pada tanggal 28
Agustus 1825. Adanya pasukan Balkiya
ialah salah satu pasukan diponegoro yang terkenal berani yang dipimpin oleh
Haji Usman Alibasah dan Haji Abdulkadir.Seconegoro memimpin barisan kanan,
sedangkan Kertonegoro memimpin di bagian sayap kiri. Adapun pasukan Bulkiya ini
bertindak sebagai dada pasukan yang akhirnya pasukan Belanda yang terdiri dari
2000 orang dapat dipukul mundur dan disini mati seorang bupati Kedu yaitu
Tumenggung Danunigrat dan pasukan Balkiya berhasil merampas beberapa pucuk
senapan dan mariam beserta pelurunya. Selanjutnya pada tanggal 28 Agustus 1826
Diponegoro berhasil mendesak pasukan musuh dan menduduki daerah tersebut yaitu
Delanggu.
F.
Akibat
Dari Perang Diponegoro
1. Dari
Pihak Belanda
Banyak para meliter tertinggi Belanda yang gugur dalam
perperangan seperti pada tanggal 9 Juni 1826 yaitu terbunuhnya seorang Klonel
Belanda dan dua orang wali dari Sultan
Hamengku Buwono II yang berpihak pada Belanda. Menggeluarkan uang yang cukup
banyak untuk membiayai perperangan ini.
2. Pihak
Diponegoro
Banyak bumiputera yang meninggal dan juga Diponegoro
sendiri yang menyebabkan berakhirnya perang Diponegoro. Selain itu daerah
kekuasaan Diponegoroh jatuh ketangan Belanda.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pembahasan diatas dapat pemakalah
simpulkan bahwa Diponegoro adalah seorang pejuang sekaligus orang yang taat
beragama dan adat istiadat. Peperanga Diponegoro ini terjadi karena adanya
campur tangan kolinialisme dalam pemerintahan kerajaan. tetapi faktor yang
membuat Diponegoro marah adalah saat pemerintahan Belanda merencanakan pembuatan
jalan yang melintasi leluhur Pangeran Diponegoro. Dalam perang ini Diponegoro
ditangkap dengan tipu muslihat dengan mengajak Diponegoro berunding. Dengan
demikan perang Diponegoro pun berakhir dengan meninggalnya Diponegoro pada
tahun 1855 dan dimakamkan di Makasar.
DAFTAR PUSTAKA
Herman,
Sejarah Pergerakan Nasional Kajian Kolonialisme dan Ide Kemerdekaan pada
Pemekiran Ki Hajar Dewantara, Padang: IAIN IB Press, 1999.
Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho
Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia
IV. Jakarta: Balai Pustaka, 1993.
Moh. Syamsi, Abu Farhan dan S.Sa’adah, Rangkuma Pengetahuan Agama Islam.
Surabaya: Amelia, Tanpa tahun.
Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994.
Sukadi & Odih, Sejarah Nasional Dan Umum. Bandung: Ganeca Exact, 1997.
http://www.biografitokohdunia.com/2011/03/pangeran-diponegoro.html.
Jum’at 21-10-2011. 21. 59.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pangeran_Diponegoro
. 21- 10 -2011. 21.54.
[1]
Herman, Sejarah Pergerakan Nasional
Kajian Kolonialisme dan Ide Kemerdekaan pada Pemekiran Ki Hajar Dewantara,
Padang: IAIN IB Press, 1999. hal. 7.
[2]
Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994. hal. 7.
[3]
Herman, 1999. hal. 7.
[4]
Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka, 1993. hal. 184.
[5]
Moh. Syamsi, Abu Farhan dan S.Sa’adah, Rangkuma
Pengetahuan Agama Islam. Surabaya: Amelia, Tanpa tahun. hal. 232.
[6]Marwati
Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka, 1993. hal.
186.
[7]
Sukadi & Odih, Sejarah Nasional Dan Umum.
Bandung: Ganeca Exact, 1997. hal.26.
[8]
http://www.biografitokohdunia.com/2011/03/pangeran-diponegoro.html. Jum’at 21-10-2011.
21. 59
[9]
Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka, 1993. hal.
196.
[10]
Sukadi & Odih, Sejarah Nasional Dan
Umum. Bandung: Ganeca Exact, 1997. hal. 27.
[11] http://www.biografitokohdunia.com/2011/03/pangeran-diponegoro.html.
21- 10-20 11. 21.59.
[12] Sukadi
& Odih, Sejarah Nasional Dan Umum.
Bandung: Ganeca Exact, 1997. hal. 27.
[13]
Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka, 1993. hal.
200.
[14]
Sukadi & Odih, Sejarah Nasional Dan
Umum. Bandung: Ganeca Exact, 1997. hal. 27-28.
[15] http://www.biografitokohdunia.com/2011/03/pangeran-diponegoro.html.
21- 10-20 11. 21 59
[16] http://id.wikipedia.org/wiki/Pangeran_Diponegoro
.21- 10 -2011. 21.54.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar