Minggu, 01 September 2013

TINJAUAN ARSITEKTUR MESJID SULTAN ABDURRAHMAN PONTIANAK KALIMANTAN BARAT



UJIAN SEMESTER GENAP (ENAM/VI)
ARKEOLOGI ISLAM II
Tentang :
TINJAUAN ARSITEKTUR MESJID SULTAN ABDURRAHMAN PONTIANAK KALIMANTAN BARAT




GIMIN SAPUTRA
110.084

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM (SKI)
FAKULTAS ADAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1334 H / 2013 M

Kata Pengantar
Puji syukur bagi Allah atas limpahan karunia dan petunjuk-Nya, shalawat serta salam terlimpah kepada Nabi Muhammad. Berkat hidayah Allah dan petunjuk dari Nabi Muhammad SAW saya dapat menelusuri kembali karya Ilmiah yang di susun oleh Muhammad Irsyad tentang tinjauan Arsitektur Mesjid Sultan Abdurrahman Pontianak.
Pembahasan mengenai Tinjauan Arsitektur Mesjid Sultan Abdurrahman Pontianak ini merupakan salah satu tugas untuk memenuhi Ujian Semester dalam mata kuliah Arkeologi Islam II yang terdapat pada jurusan Sejarah Kebudayaan Islam fakultas Adab IAIN IB Padang. Mudah-mudahan melalui tulisan singkat ini  pembaca dapat mengambil pelajaran khususnya mengenai masjid kuno dan sejarah Kesultanan Pontianak (Abdurrahman). Pembahasan ini akan lebih penulis jelaskan dalam bab berikutnya.











TINJAUAN ARSITEKTUR MESJID SULTAN ABDURRAHMAN PONTIANAK KALIMANTAN BARAT
Oleh Muhammad Irsyad
1.      Metode yang di gunakan
Agar pembahasan ini sampai kepada tujuan yang direncanakan dalam penelitian, maka diperlukan metode kerja yang komprehensif dan sistematis. Secara umum tahapan kerja yang dilakukan dalam pembahasan ini adalah tahap pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data.
Tahap pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan meliputi pengumpulan daftar pustaka yang berhubungan dengan penelitian, contohnya seperti inventarisasi sumber pustaka yang berhubungan dengan arsitektur mesjid pada umumnya. Data-data yang dikumpulkan dalam tinjauan pustaka terutama yang berhubungan dengan sejarah mesjid Sultan Abdurrahman, mesjid-mesjid kuno di Indonesia, data pemugaran mesjid Sultan Abdurrahman, dan sejarah Islam di Kalimantan Barat. Sumber pustaka tersebut penting karena menunjang dalam pengamatan di lapangan, sekaligus sebagai dasar pemahaman sejarahnya.
Sedangkan studi lapangan meliputi peninjauan langsung ke bangunan yang dijadikan objek penelitian dengan melakukan pendeskripsian. Pendeskripsian objek penelitian dilakukan secara verbal (uraian) dan pictorial (gambaran) berupa pengukuran, pencatatan, pemotretan, dan penggambaran pada komponen-komponen utama mesjid yang meliputi denah, pondasi, ruang utama, mihrab, mimbar, serambi, jendela, pintu, tiang mesjid, atap mesjid, serta komponen tambahan mesjid seperti beduk, tempat berwudhu, kopel, dan tiang bendera mesjid. Adapun untuk memudahkan tahap deskripsi ini, maka dipergunakan sistematika deskripsi mulai dari bagian dasar, tubuh, dan atap mesjid.
Kemudian tahapan berikutnya merupakan pengolahan data. Dalam tahap ini analisis data dilakukan setelah data kepustakaan dan data lapangan terkumpul. Analisis yang dilakukan dalam tahap ini adalah menggunakan analisis morfologi dan analisis gaya yang bertujuan untuk mengetahui bentuk arsitektur dan bentuk ornamental dari mesjid.
Analisis morfologi terhadap bangunan masa Islam adalam melakukan pengamatan terhadap variabel yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian dasar, tubuh, dan atap. Selain itu, variabel ukuran, denah, dan ragam hias juga merupakan satuan pengamatan yang harus diperhatikan. Analisis morfologi pada mesjid Sultan Abdurrahman meliputi analisis tahap bagian dasar, seperti pondasi dan lantai. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap bagian tubuh, yaitu ruang utama, mihrab, mimbar, serambi, pintu, jendela, dan tiang. Kemudian analisis terhadap atap mesjid. Selain itu juga dilakukan analisis pada bagian lainnya, seperti pada tiang bendera dan kopel mesjid.
Selain tahapan di atas, dalam pembahasan ini juga dilakukan analisis gaya, yang melakukan pengamatan terhadap variabel berupa ragam hias, baik yang berupa ragam hias arsitektur maupun ragam hias dekoratif.  Analisis terhadap mesjid Sultan Abdurrahman adalah melakukan pengklasifikasian ragam hias arsitektural dan ornamental. Pengklasifikasian dilakukan dengan cara pembuatan tipe-tipe. Ragam hias arsitektural yang diklasifikasikan adalah tiang, pintu, dan jendela. Sementara itu ragam hias ornamental yang diklasifikasikan meliputi ragam hias ornamental yang terdapat pada mesjid Sultan Abdurrahman berupa motif tumbuh-tumbuhan, motif kaligrafi, dan motif lainnya.
Sementara tahap terakhir yang di lakukan adalah penafsiran data. Dalam tahap ini data-data yang diperoleh dari tahap pengumpulan data kemudian diolah untuk menghasilkan suatu kesimpulan berdasarkan kepada permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai.

2.      Teori yang di gunakan
Ribrary reassert
3.      Isi Tesis/Skripsi
1)      Masuk dan Berkembangnya Islam di Ponianak
Dalam pembahasan tinjauan Arsitektur Mesjid Sultan Abdurrahman Pontianak oleh Muhammad Irsyad menguraikan tentang masuk dan berkembangnya Islam dan Sejarah Mesjid Sultan Abdurrahaman Pontianak Kalimantan Barat. Didalam karangannya, dipaparkan bahwa Islam masuk ke Kalimantan Barat hampir sama dengan masuknya Islam ke Kalimantan Timur, yaitu dilakukan oleh penyair Islam sambil berdagang dan menyusuri sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan. Sehingga secara berangsur-angsur pengaruh Islam mulai masuk ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Di Kalimantan Timur Islam masuk dibawa tidak hanya oleh para penyair Geresik saja, melainkan juga dari Bugis. Sedangkan di Kalimantan Barat pengaruh Islam datang dari Palembang dan Malaka..
2)      Sejarah Berdirinya Masjid Sultan Syarif Abdurrahman – Pontianak


Masjid Sultan Syarif Abdurrahman didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman pada tahun 1771 ketika pertama kali membuka kawasan hutan persimpangan tiga Sungai Landak Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas, yang kini dikenal sebagai kota Pontianak. Sultan Syarif Abdurrahman juga membangun Istana tak jauh dari masjid ini.
Syarif Abdurrahman Alkadrie adalah seorang keturunan Arab, anak Al Habib Husein, penyebar agama Islam dari Semarang (Jawa Tengah). Al Habib Husein datang ke Kerajaan Matan pada 1733 Masehi. Al Habib Husein menikah dengan putri Raja Matan (kini Kabupaten Ketapang) Sultan Kamaludin, bernama Nyai Tua, dan beliau diangkat sebagai Mufti Kerajaan.
Namun, kemudian terjadi perselisihan antara Sultan dengan al-Habib Husein. Akhirnya, al-Habib memutuskan untuk meninggalkan Kerajaan Matan, pindah ke Kerajaan Mempawah dan bermukim di kerajaan tersebut hingga ia meninggal dunia. Setelah al-Habib Husein meninggal dunia, posisinya digantikan oleh anaknya. Syarif Abdurrahman. Akan tetapi, Syarif Abdurrahman kemudian memutuskan pergi dari Mempawah dengan tujuan untuk menyebarkan agama Islam.


Syarif Abdurrahman melakukan perjalanan dari Mempawah dengan menyusuri sungai Kapuas. Ikut dalam rombongannya sejumlah orang yang menumpang 14 perahu. Rombongan Abdurrahman sampai di muara persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak pada 23 Oktober 1771. Kemudian membuka dan menebas hutan di dekat muara itu untuk dijadikan daerah permukiman baru, termasuk bangunan Masjid dan Istana, serta pembentukan Kesultanan Pontianak. 
Awalnya masjid ini dibangun beratap rumbia dan konstruksinya dari kayu. Ketika Syarif Abdurrahman meninggal pada 1808 Masehi kekuasaanya diteruskan sementara waktu oleh adiknya yang bernama Syarif Kasim karena putera Syarif Abdurrahman yang bernama Syarif Usman masih kanak-kanak ketika. Setelah Syarif Usman dewasa, dia menggantikan pamannya sebagai Sultan Pontianak pada tahun 1822 sampai dengan 1855 Masehi. Pembangunan masjid kemudian dilanjutkan Syarif Usman, dan dinamakan sebagai Masjid Abdurrahman, tujuannya sebagai penghormatan untuk mengenang jasa-jasa ayahnya.
Semenjak masjid ini didirikan, fungsinya tidak hanya sebagai pusat ibadah, tetapi juga digunakan sebagai basis penyebaran Agama Islam di kawasan tersebut. Beberapa ulama terkenal yang pernah mengajarkan Agama Islam di masjid ini di antaranya Muhammad al-Kadri, Habib Abdullah Zawawi, Syekh Zawawi, Syekh Madani, H Ismail Jabbar dan H Ismail Kelantan.
Masjid Sultan Abdurrahman berada di dalam lingkup Kampung Beting, Kelurahan Dalam Bugis Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak, propinsi Kalimantan Barat. Lokasi masjid tua ini berada di kawasan pemukiman padat penduduk dengan pasar Ikan yang begitu dekat ke bangunan masjid yang menghadap ke Sungai Kapuas. Masjid Jami’ dapat di jangkau dengan menggunakan sampan dari pelabuhan Seng Hie atau dengan kendaraan darat melewati jembatan kapuas.
Sultan Syarif Usman (1819-1855 M),merupakan sultan ke-3 Kesultanan Pontianak, tercatat sebagai sultan yang pertama kali meletakkan pondasi bangunan masjid sekitar tahun 1821 M/1237 H. Bukti bahwa masjid tersebut dibangun oleh Sultan Syarif Usman dapat dilihat pada inskripsi huruf Arab yang terdapat di atas mimbar masjid yang menerangkan bahwa Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman dibangun oleh Sultan Syarif Usman pada hari Selasa bulan Muharam tahun 1237 Hijriah. Berbagai penyempurnaan bangunan masjid terus dilakukan oleh sultan-sultan berikutnya hingga menjadi bentuknya seperti yang sekarang ini.
Masjid ini juga digunakan sebagai basis penyebaran agama Islam di kawasan tersebut. Kawasan sekitar pusat pemerintahan Kesultanan Pontianak yang terletak di pinggiran Sungai Kapuas, Kampung Kapur, Kampung Bansir, Kampung Banjar Serasan dan Kampung Saigon.Di daerah Kampung Kapur terdapat seorang guru ngaji yang bernama Djafar. Pada zaman tersebut beliau salah seorang yang termasyhur. Sultan Pontianak Syarif Muhammad Al-Qadrie mengundang Djafar khusus menjadi guru ngaji di lingkungan Keraton Kadriyah Pontianak. Sejak Sultan Abdurrahman sampai dengan Sultan Yusuf, para sultan ini bertindak sendiri sebagai guru agama. Kemudian setelah masa sultan Muhammad al-Qadrie (putra Sultan Yusuf) diangkatlah secara resmi oleh Sultan guru-guru agama yang mengajarkan ilmu-ilmu agama di masjid.
Peranan ulama yang begitu besar terhadap perkembangan pendidikan tidak hanya pada pendidikan formal, melainkan juga pada pendidikan non-formal. Ulama yang berpengaruh membentuk pendidikan pada era tahun enam puluhan dan sampai delapan puluhan di Pontianak, antara lain: Haji Ismail bin Abdul Karim alias Ismail Mundu (Mufti Kerajaan Kubu); Syech Abdullah Zawawi (Mufti Kerajaan Pontianak); Syech Syarwani; Habib Muksin Alhinduan (Tharekat Naksabandiyah); Syech H.Abdurani Mahmud (Ahli Hisab); Habib Saleh Alhaddat; Haji Abdus Syukur Badri alias Haji Muklis; Haji Ibrahim Basyir alias Wak Guru.
Selain bertugas sebagai guru agama, para ulama juga bertindak sebagai imam besar masjid, sedangkan khatibnya adalah para sultan sendiri, sementara untuk bilal masjid diangkat petugas-petugas khusus. Keberadaan istana juga tidak bisa dilepaskan dengan masjid. Karena itu, Sultan juga mengangkat orang-orang yang mengerti dan mengurusi seluk-beluk keagamaan. Sultan pernah membentuk tim khusus yang memantau bulan untuk mengetahui “hilal” guna menentukan awal atau akhir bulan Ramadhan. Mengingat pada pendahulu istana yang instens dalam menyebarkan agama Islam dengan prinsip-prinsip Islam yang tinggi, maka sangatlah mungkin bahwa Masjid Sultan Abdurrahman merupakan wadah pengembangan kebudayaan dan penyebaran Islam di masa lalu yang tidak hanya terbatas pada kegiatan peribadatan saja.
4)      Sejarah Pemugaran Masjid Sultan Syarif Abdurrahman – Pontianak
Dalam pembahasan ini Muhammad Irsyad  menjelaskan bahwa mesjid yang ada pada masa Sultan Abdurrahman sangat sederhana bentuknya. Baru kemudian pada masa Sultan Syarif Usman (1819-1955) terjadi perubahan yang semula hanya berbentuk langgar kecil dibangun kembali menajadi mesjid dengan denah bujur sangkar dan atap tiga tingkat dengan empat tiang soko, guru yang memikul struktur atap tersebut.
Pemugaran selanjutnya juga di lakukan pada masa Sultan Syarif Muhammad (1895-1944) yang melakukan perluasan pada sisi barat mesjid atau tempat mihrabnya dengan menambahkan 2 soko guru lagi. Sehingga jumlah tiang soko guru bertambah menjadi enam tiang. Kemudian juga dilakukan penambahan arsitektur atap yaitu dari atap bertingkat tiga menjadi atap bertingkat empat. Pemekaran terhadap mesjid ini terus berlangsung hingga tahun 1996  yang dilakukan Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Kalimantan Barat.
5)      Arsitektural Masjid Sultan Syarif Abdurrahman – Pontianak

Masjid Jami' Sultan Syarif Abdurrahman berdenah segi empat berukuran 33,27 meter x 27,74 meter, dikelilingi oleh selasar melingkar berpagar, dapat menampung sekitar 1.500 jamaah salat sekaligus. Bagian dalam masjid terdiri dari 26 shaf, setiap shaf dapat menampung sekitar 50 jemaah ditambah dengan area selasarnya. 

Untuk proses keluar masuk masjid, tersedia tiga pintu utama yang tingginya sekitar 3 meter. Satu pintu posisinya di bagian depan, satu di  sisi kiri dan satu lagi di sisi kanan. Selain itu, di antara pintu-pintu besar tersebut, masih ada lagi 20 pintu lain dengan ukuran yang sedikit lebih kecil (tinggi lebih kurang 2 meter). Semua pintu di masjid ini memiliki dua daun yang membuka keluar. Bahan utamanya dari kayu belian dan kaca warna-warni yang berbentuk kotak-kotak besar. Uniknya, fungsi pintu ternyata juga sebagai jendela. Model pintu masjid ini sama dengan rumah model lama. Bentuk dan ukuran pintunya sama dengan jendela. Hanya saja di empat pintu bagian depan, sengaja dipasangi papan pagar sehingga bentuknya tampak lebih kecil dan seperti jendela zaman sekarang.
Di dalam masjid berdiri kokoh enam sokoguru dari kayu bulian (kayu Ulin atau kayu besi) dengan diameter yang cukup besar menopang struktur atap masjid. Enam pilar ini juga melambangkan 6 rukun iman. Selain sokoguru bundar tersebut masih ada lagi pilar berbentuk segi empat menjulang ke langit-langit masjid. Pilar segi empat ini juga berukuran diatas rata-rata dibandingkan dengan pilar-pilar kayu yang biasa dipakai dirumah rumah penduduk.
Mihrab masjid ini berdenah segi enam melambangkan rukun Islam yang enam. Bentuk mihrab ini mirip dengan mihrab Masjid Tanah Grogot, Kalimantan Timur dan di dalam mihrab terdapat sebuah mimbar warna kuning mengkilap dengan ukiran-ukiran yang indah berwarna emas. Di atas mimbar ini terdapat inskripsi huruf Arab yang menyatakan bahwa Sultan Syarif Usman membangunnya pada hari Selasa Bulan Muharram tahun 1237H. Sultan Syarif Usman (1819-1855) atau Sultan ke-3 Pontianak tercatat sebagai sultan yang pertama kali meletakkan pondasi masjid ini sekitar tahun 1821 M/1237 H menggantikan bangunan bangunan masjid kecil (mushola) yang dibangun ayahandanya Sultan Syarif Abdurrahman.


Arsitektur dan bentuk dari masjid ini hampir semuanya masih asli. Pengurus masjid memang sengaja mempertahankan keaslian bangunan yang bernilai sejarah tinggi ini. Mengingat Masjid ini adalah ikon budaya sekaligus saksi perkembangan Kota Pontianak dari waktu ke waktu. Upaya mempertahankan keaslian bangunan juga merupakan titah dari Almarhum Sultan Hamid II. Sekitar tahun 1960-an, pernah ada upaya untuk mengubah arsitektur dan bentuk asli masjid. Waktu itu, sempat dibangun dua buah menara tambahan di pojok masjid yang tingginya kira-kira 25 meter. Pondasi pun ingin diubah. Ketika itu, Sultan Hamid II (1945-1978) datang dari luar kota dan beliau tidak senang melihatnya. Beliau memerintahkan supaya bangunan baru itu dibongkar dan bentuknya dikembalikan lagi ke semula. Padahal menara itu sudah 90 persen jadi. Sejak saat itulah, upaya-upaya untuk mengubah bentuk atau arsitektur masjid ini tidak lagi pernah dilakukan hingga kini.
Di depan masjid terdapat lapangan yang cukup luas, menyerupai alun-alun di tanah Jawa, beberapa puluh meter di sebelah selatan dari masjid, terdapat Istana Sultan Kraton Kadriyah. Aspek tata letak masjid-istana dan alun-alun ini seperti ini menunjukkan adanya pengaruh dari tradisi kesultanan di tanah Jawa.
Gambar Masjid Sultan Syarif Abdurrahman – Pontianak :
Muhammad Irsyad dalam karyanya ini juga memaparkan tentang Deskripsi Mesjid Sultan Abdurrahman yang terdiri dari:
1.      Gambaran Umum Kota Pontianak
2.      Bangunan Utama Mesjid Sultan Abdurrahman
3.      Bagian Dasar Mesjid Sultan Abdurrahman
4.      Dena dan Pondasi Mesjid Sultan Abdurrahman
5.      Lantai Mesjid Sultan Abdurrahman
6.      Tubuh Mesjid Sultan Abdurrahman
7.      Ruang Utama Mesjid Sultan Abdurrahman
8.      Mihrab Mesjid Sultan Abdurrahman
9.      Mimbar Mesjid Abdurrahman
10.  Serambi Mesjid Abdurrahman
11.  Dinding Mesjid Abdurrahman
12.  Pintu Mesjid Abdurrahman
13.  Jendela Mesjid Aburrahman
14.  Tiang Mesjid Abdurrahman
15.  Atap Mesjid Abdurrahman
16.  Tiang Bendera Mesjid Abdurrahman
17.  Kopel Mesjid Abdurrahman
18.  Beduk Mesjid Abdurrahman
19.  Tempat Wuduk Mesjid Abdurrahman
20.  Ragam Hias Arsitektur
21.  Ragam Hias Ornamental
22.  Ragam Hias Flora
23.  Ragam Hias Kaligrafi
24.  Ragam Hias Lainnya
Sedangkan isi dari karangan Muhammad Irsyad ini juga menguraikan analisis data, seperti:
1.      Analisis Bentuk Arsitektur
2.      Analisis Bagian Dasar Pondasi Mesjis Sultan Abdurrahman
3.      Analisis Bagian Tubuh Msejdi
a.       Ruang Utama
b.      Mihrab
c.       Mimbar
d.      Serambi
e.       Pintu
f.       Jendela
g.      Tiang
4.      Analisis Bagian Atap
5.      Analisis Komponen Tambahan Mesjid
a.       Tiang Bendera Mesjid
b.      Kopel
6.      Analisis Ragam Hias
7.      Integrasi Data

4.      Analisa Mahasiswa
Berdirinya bangunan Mesjid Raya Sultan Abdurrahman Alkadrie dan Istana Kadriah, kawasan masjid serta istana yang terletak di Kelurahan Dalam Bugis Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak propinsi Kalimantan Barat menjadi pusat pemerintahan kesultanan Kadriah. Artinya bangunan ini menjadi moment yang sangat perting bagi penduduk Pontianak.
Syarif Abdurrahman Alkadrie yang merupakan seorang keturunan Arab, anak Al Habib Husein, penyebar agama Islam dari Semarang (Jawa Tengah) tentunya sosok yang memiliki ilmu pengetahuan yang luar biasa. Ini terlihat ketika beliau berhasil mengajak para pengikutnya untuk menetap di wilayah yang belum di huni oleh manusia. Beliau mampu mengolah hutan bentara menjadi kota yang sekarang cukup megah. Serta mendirikan berbagi fasilitas-fasilitas yang berbau islam. Selain itu beliau juga mampu mengembangkan ajaran islam ke berbagai daerah.
Hampir keseluruhan banguna Masjid Sultan Syarif Abdurrahman ini menggunakan kayu bulian, seperti adanya warna kuning yang mendominasi dinding masjid dan plafonnya berwarna hijau. Warna kuning melambangkan keagungan sedangkan warna hijau melambangkan warna kenabian atau ke-Islaman. Atap masjid bertumpuk empat ditutup lembaran-lembaran kayu bulian berukuran lebih besar dari atap sirap biasa. Antara atap paling bawah dan kedua, terdapat celah yang digunakan untuk jendela.
Kemudian Masjid ini terus mengalami perobahan dari generasi ke generasi, seperti dalam hal perluasan bagian-bagian masjid dan lainnya. Namun, tidak merobah dinding masjid yang terbuat dari kayu. Alasannya untuk menghormati jasa-jasa yang di tinggalkan oleh ulama terdahulu. Disini terlihat sekali bahwa setiap pergantian  generasi adanya semangat untuk terus mempertahan setiap sesuatu yang di wariskan oleh para tetua. Bahkan mereka selalu menjaga dan memperbaiki dari hal yang bisa membuat kerusakan bagi masjid itu sendiri.
Apabila kita melihatnya dari sisi ini, maka keberadaan masjid Sultan Abdurrahman-Pontianak akan terus mengalami kemajuan dan mampu mempertahan nilai-nilai yang terkandung di setiap bangunan tersebut.

5.      Kesimpulan
Apabila berbicara mengenai mesjid, kita tidak terlepas dari pengaruh Islam dan bahkan peninggalannya. Karena salah salah satu buktinya Islam pernah masuk dan berkembang di Nusantara adalah dengan berdirinya sebuah mesjid. Peninggalan mesjid inilah nantinya yang akan menjadi sasksi bahwa didaerah Nusantara pernah masuk dan berkembangya agama Islam.
Mesjid menjadi salah satu peninggalan arkeologi dari agama islam yang merupakan simbol bahwa dahulunya ada Islam masuk dan membuktikan sudah ada pemukiman muslim di suatu tempat. Di Nusantara yang sekarang negara Indonesia banyak terdapat peninggalan Islam kuno diseluruh daerah bahkan didesa-desa di Nusantara. Hal ini dapat kita lihat dari batu Nisan, Keramik bertulisan Arab, Istanah/kraton/kerajaan, khaligarafi, naskah kuno berbahasa Arab maupun bahasa Arab Melayu, dan mesjid kuno yang hampir dapat dijumpai deseluruh plosok Nusantara pada saat ini.
Mesjid kuno Sultan Abdurrahman merupakan Salah satu mesjid yang di tinggalkan peninggalan kesultanan Pontianak yang berada di dalam lingkup Kampung Beting, Kelurahan Dalam Bugis Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak, propinsi Kalimantan Barat. Lokasi masjid tua ini berada di kawasan pemukiman padat penduduk dengan pasar Ikan yang begitu dekat ke bangunan masjid yang menghadap ke Sungai Kapuas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar